Selasa, 11 Agustus 2020

Operasi Pengurangan Sistem Bantu

TUGAS INDIVIDU OPINI KKN-DR 130
NAMA : CAHYA BINTANG RAMADHINA
NIM : 0703171002
FAKULTAS : SAINS DAN TEKNOLOGI
PRODI : MATEMATIKA
JUDUL : OPERASI PENGURANGAN SISTEM BANTU
Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kita intermezzo sejenak yuk. Jawab jujur ya, Matematika itu sebenarnya asyik gak
sih? Sejak kapan kamu mulai tertarik untuk belajar Matematika? Matematika itu seru loh, dia adalah raja dari ilmu pengetahuan. Apa jadinya dunia jika tanpa Matematika? Wah, gak  kebayang ya. Nah, disini kita akan memetik hikmah dari pola belajar Matematika itu sendiri.  

Masih ingat gak dengan pelajaran Matematika di SD dulu? Masih ingat dong ya. Saat duduk
dibangku Sekolah Dasar, kita pasti diajarkan oleh guru kita tentang Matematika dari yang
paling sederhana. Seperti membaca angka, mengenal bilangan, mengurutkan bilangan,
operasi penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian sederhana, dan masih banyak
lagi. Lalu, masih ingatkah kamu tentang pelajaran pengurangan sistem pinjam? Yup, mari kita simak. 

Misalkan guru memberikan soal 73-26 = .... Cara penyelesaian yang akan diberi oleh
guru atau orangtua kita adalah dimulai dari pengurangan satuannya. Satuan dari 73 adalah 3, sedangkan satuan dari 26 adalah 6. Pengoperasian dimulai dari mengurangkan 3 dengan 6. Karena 3 dikurang 6 tidak cukup, maka muncullah kata “PINJAM” sebesar 1 puluhan dari angka yang ada didepannya. Sehingga 3 meminjam sebesar 1 puluhan dari 7, dengan demikian 3 menjadi 13. Maka 13 dikurangi 6 hasilnya adalah 7 satuan. Berikutnya adalah  mengurangkan puluhannya. Karena 7 sudah di hutangi sebesar 1 puluhan maka hasilnya adalah 6, lalu dikurangi 2 hasilnya adalah 4. Dengan demikian, hasil dari pengurangan 73-26  = 47. 

Sudahkah kamu menemukan masalah dari penjelasan guru atau orangtua diatas? Jika
kita lihat sekilas dan hanya tertuju pada hasil akhir dari sebuah proses pengoperasian
bilangan, maka penjelasan diatas akan tampak biasa dan terasa wajar. Akan tetapi, jika kitaperhatikan akan ada sebuah pola pikir yang kurang baik dalam penjelasan yang disampaikan. Yaitu secara tidak langsung, penjelasan tersebut memberikan akses yang mudah untuk bisa  
meminjam atau berhutang. Dan penjelasan tersebut juga secara tidak langsung telah mendidik generasi individualis kapitalis. Apakah ini berdampak pada pola pikir anak di bangku  Sekolah Dasar? Wallahu a‟lam. Namun pada kenyataannya, “BERHUTANG” tampaknya  telah menjadi budaya yang mendarah daging di Indonesia. Terbukti dari maraknya usaha  
koperasi kredit, banyaknya perusahaan yang menjual barang dengan cara kredit yang
mengandung unsur riba dan masih banyak lagi.

Sudah saatnya bagi kita untuk merubah pola berpikir dari hal yang dianggap remeh.
Lalu, bagaimana cara menjelaskan kepada anak-anak operasi pengurangan tanpa sistem
pinjam? Sederhana saja, dengan langkah-langkah yang sama hanya berbeda pada pemilihan kalimat. Misalkan guru memberikan soal 73-26 = .... Cara penyelesaian adalah dengan  dimulai dari pengurangan satuannya. Satuan dari 73 adalah 3, sedangkan satuan dari 26  adalah 6. Pengoperasian dimulai dari mengurangkan 3 dengan 6. Karena 3 dikurang 6 tidak  cukup, maka muncullah kata “PINJAM” sebesar 1 puluhan dari angka yang ada didepannya.  Nah, jika biasanya kita menjelaskan dengan kalimat “Jika 3 tidak bisa dikurang 6, maka 3  hutang dari angka yang didepannya”. Maka harus diubah menjadi “Jika 3 tidak bisa dikurang  6, maka angka yang ada didepannya “MEMBERIKAN SEDEKAH” sebesar 1 puluhan  kepada 3” atau “Jika 3 tidak bisa dikurang 6, maka angka yang ada didepannya  
“MEMBANTU” sebesar 1 puluhan kepada 3”. Karena 3 mendapat bantuan dari angka yang
ada didepannya sebesar 1 puluhan, maka 3 menjadi 13. Kemudian hasil dari 13 dikurangi 6
adalah 7. Begitu seterusnya.

Dengan metode semacam ini, diharapkan akan memunculkan nilai-nilai
kesetiakawanan dan kepedulian sosial pada anak-anak. Sehingga menumbuhkan sikap agar dirinya tidak menuntut orang lain harus memahaminya serta tidak menumbuhkan kebiasaan  berhutang sejak dini. Hutang memang bersifat jaiz, artinya diperbolehkan. Tetapi kebiasaan  berhutang termasuk perilaku yang buruk. Orang yang terlilit hutang akan sangat mudah untuk  dipengaruhi oleh iblis agar mengerjakan maksiat demi melunasi hutang, misalnya dengan  mencuri, berbohong, memakai dana riba bahkan sampai terbiasa menggunakan sistem gali  lubang tutup lubang. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya  seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas  memungkiri.” (HR. Bukhari)  

Kebiasaan berhutang bukanlah kebiasaan yang baik. Hutang juga akan mengurangi
pahala sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat  nanti) karena disana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah  
no.2414, Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Oleh karena itu, mari kita ubah pola pikir anak sejak dini dengan selalu menyisipkan
nilai-nilai Islam didalam ilmu pengetahuan dunia yang akan dipelajarinya. Semoga para guru dan orangtua mampu memilih kalimat yang baik untuk menempah karakter anak dalam  proses tumbuh kembangnya agar tidak keluar dari Islam itu sendiri. Dan semoga Allah  memudahkan kita dan saudara kita dalam melunasi hutang-hutangnya. Aamiin.